Pekanbaru, Garuda-Menggunakan rok pendek
tidak lebih dari sepangkal paha, baju yang juga minim hanya sekedar
menutupi payudara dan asap rokok yang menyembul dari hisapan demi
hisapan belum cukup untuk menggambarkan keberadaan mereka.
Sembari duduk di bangku-bangku yang sengaja dijejerkan di depan rumah
yang mereka tempati, tangan mereka pun melambai memanggil. ''Sayang...sini Sayang, turun saja, untuk apa jauh-jauh...disini siplah...''
rayu mereka dengan suara mendayu-dayu.
Ada yang bertubuh bongsor, banyak juga yang bertubuh sintal dan berparas
aduhai. Tak pandang usia, bahkan banyak diantaranya yang juga anak-anak
usia pelajar. Kami hanya bisa terkesiap tanda terkejut saat melakukan
investigasi di kawasan Jondul, Kelurahan Sail, Kecamatan Tenayan Raya
tersebut.
Di setiap persimpangan jalan menuju kawasan perumahan kos-kosan berkedok
prostitusi tersebut, sejumlah pos berdiri seolah memberi tanda, kalau
mereka ada untuk memberikan pengawalan kepada aktivitas yang terjadi di
kawasan itu. Setidaknya ada dua pos besar yang umumnya diisi oleh para
kaum lelaki dengan tampang dan wajah sangar melakukan penjagaan di
perumahan yang dulunya disebutkan banyak pihak sebagai tempat om-om
punya simpanan itu.
Bila saja bisa memacu kendaraan, mungkin saya akan secepatnya memacu gas
kendaraan yang saya gunakan supaya bisa keluar dari kawasan yang saya
sendiri sempat tak percaya pernah ada di Pekanbaru itu.
Hanya saja, karena kondisi ruas jalan yang sudah rusak parah dan kondisi
kendaraan yang sedikit lebih rendah menyebabkan saya hanya bisa
menatapi dengan wajah deg-degan. Sementara, di luar mobil, ada puluhan
bahkan ratusan wanita yang sudah siap untuk 'diangkat' dari
peraduannya.
Bagi saya, yang menjadi persoalan tentu saja bukan tentang seperti apa
mereka. Bagaimana mungkin, sebuah kawasan pemukiman bisa dihuni oleh
para wanita-wanita malam dengan dandanannya yang menor dan kain penutup
aurat yang hmm...Masya Allah...super minim dan tanpa rasa malu
melambai-lambaikan auratnya kepada setiap lelaki yang melintas.
Beberapa rekan jurnalis yang ikut menemani saya pun menjelaskan kalau di
kawasan ini, memang sudah jauh berubah. Setiap blok kawasan prostitusi
Jondul mempunyai penguasa sendiri.
Ada si A, ada di B, ada si X, bla..bla...bla...Namun, jangan pula merasa
terheran-heran bila di tempat ini, ada sejumlah nama aparat beken yang
dikatakan sebagai 'pelindung' ketika ada razia ataupun operasi
penertiban.
Kawasan yang lebih mirip lokalisasi ini mengingatkan saya dengan situasi
prostitusi yang dulu pernah ada masih di kawasan Tenayan Raya, Teleju.
Hanya saja, ketika Herman Abdullah menjadi Wali kota nya, Teleju yang
sudah mempunyai umat mencapai 1.000 an orang bahkan beranak pinak
tersebut ditutup. Kawasan Teleju disulap menjadi kawasan perkampungan
Melayu.
Sayangnya, dalam waktu berjalan, ternyata Pemko Pekanbaru tak berhasil
mengawal keberadaan para penjaja seks yang awalnya sudah tercerai berai
hingga kembali bersatu menyusun kekuatan di kawasan Jondul tersebut.
Awalnya hanya ada satu atau dua rumah di Jondul yang diindikasikan
sebagai tempat tinggal bagi para pekerja seks komersial yang dibungkus
dengan nama pijat tradisional. Namun, kemudian menjamur sehingga nyaris
membuat rata kawasan tersebut sebagai lokalisasi baru di Pekanbaru.
''Wah, kalau tak percaya, silahkan ditunggu saja Bang,
pasti nanti malam ada yang mondar mandir pakai mobil dan motor di sini. Tiap malam
kok bang, begitu,'' ungkap sumber kami kala itu.
Data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru menyebutkan,
jumlah warga Pekanbaru yang terjangkit penyakit HIV/AIDS terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Sepanjang tahun 2018 temuan kasus HIV mencapai 219 kasus dan AIDS 226
kasus. Jika dibandingkan tahun 2017, kasus HIV mengalami penurunan dari
247 menjadi 219 sementara kasus AIDS mengalami peningkatan dari 201
menjadi 226.
secara kumulatif sebagian besar kasus ditemukan pada laki-laki yaitu 67 persen kasus HIV dan 71 persen kasus AIDS.
"Berdasarkan golongan umur, temuan kasus HIV dan AIDS sebagian besar
ditemukan pada usia produktif antara umur 20 hingga 49 tahun. Tapi juga
ditemukan kasus HIV dan AIDS pada usia di bawah 4 tahun dan usia sekolah
yaitu usia 5 hingga 19 tahun. Juga ditemukan pada usia di atas 50
tahun," ungkap Hasan.
Jika diamati berdasarkan pekerjaan, kasus HIV dan AIDS ditemukan pada banyak profesi termasuk ibu rumah tangga, pekerja swasta, pelajar dan mahasiswa.
Jika diamati berdasarkan pekerjaan, kasus HIV dan AIDS ditemukan pada banyak profesi termasuk ibu rumah tangga, pekerja swasta, pelajar dan mahasiswa.
Kini, tinggal menunggu sikap pemerintah Kota. Bila pun tak hendak untuk
memberangusnya, berati benarlah bila Pekanbaru bukanlah Kota Madani,
tapi kota Mada-ni atau Mada-ini


Tidak ada komentar:
Posting Komentar